Belajar Resolusi Konflik Sunni-Syiah Sampang

    Belajar Resolusi Konflik Sunni-Syiah Sampang

    SURABAYA - Mahasiswa Prodi Studi Agama-Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Semester 4 dan 6 melakukan kunjungan ke tempat relokasi korban konflik Sunni-Syiah Sampang Madura di Rusunawa Puspa Agro Sidoarjo, Minggu (18/6/2023). 

    Kunjungan ini bertujuan untuk melihat secara langsung dampak dari konflik yang terjadi, serta dalam rangka Peningkatan Kompetensi Mahasiswa (PKM) pada mata kuliah Manajemen Konflik Keagamaan.

    Pada sesi ini mahasiswa ditemui langsung oleh Ustadz Tajul Muluk selaku pimpinan dari korban konflik yang di relokasi. Beliau menyampaikan sudah 11 tahun tinggal di Rusunawa Puspa Agro Sidoarjo di mana sudah ada beberapa KK yang kembali ke Sampang. Namun, masih banyak yang masih tinggal di rusun ini karena tidak mempunyai biaya untuk membangun rumah kembali yang telah rusak akibat konflik saat itu.

    Ustadz Tajul mengatakan bahwa konflik ini tidak terjadi karena perbedaan aliran atau faham, melainkan karena kecemburuan sosial yang terjadi dari beberapa pihak. Akan tetapi, konflik ini membawa beliau mendapatkan pengalaman baru terjun langsung pada aliran Syi’ah yang ada di Indonesia. 

    Pada saat ini Ustadz Tajul dan jamaah nya memilih kembali ke Sunni setelah beliau menemukan beberapa ajaran Syi’ah yang dirasa tidak sesuai dengan ajaram Islam. Kini para korban konflik hampir menemukan titik terang dalam mendapatkan haknya kembali setelah melalukan seremonial baiat yang dilakukan di Sampang.

    Terkait konflik yang terjadi di Sampang Madura ini berkesinambungan dengan teori konflik menurut George Simmel. Simmel mengatakan bahwa konflik itu terjadi secara alamiah yang disebabkan oleh interaksi sosial yang menimbulkan kebencian, kecemburuan sosial, dan keinginan yang dicapai atau karena hawa nafsu. 

    Konflik Sampang saat itu memang terjadi karena kecemburuan sosial oleh beberapa pihak terhadap tokoh agama yang berpengaruh di daerah tersebut. Provokasi yang dilakukan oleh beberapa pihak menimbulkan amarah yang berujung konflik secara alami. (Ismi Malika Mufti – Mahasiswi Prodi Studi Agama-Agama)

    surabaya
    Achmad Sarjono

    Achmad Sarjono

    Artikel Sebelumnya

    Pengembangan Kompetensi Berkelanjutan Melalui...

    Artikel Berikutnya

    Mendukung Ekonomi Kreatif, ITS Kembangkan...

    Berita terkait

    Rekomendasi berita

    Hendri Kampai: Merah Putih, Bukan Abu-Abu, Sekarang Saatnya Indonesia Berani Jadi Benar
    Hendri Kampai: Swasembada Pangan dan Paradoks Kebijakan
    KPH Banyuwangi Barat Terapkan Kesehatan, Keselamatan, Kerja dan Lingkungan
    Perhutani Bagikan Jum'at Berkah yang Bermanfaat
    Perhutani Sosialisasikan Peralihan Program Pensiun Bagi Karyawannya

    Tags